Saturday, May 5, 2007

Bangkit Dong Sobat !

Kayaknya sering banget kita denger istilah ini. Utamanya kalo kita selalu berhubungan dengan urusan kemajuan. Misalnya, kamu down pas nilai ujian dapet angka delapan ngakak, alias angka tiga. Pada saat seperti itu, kayaknya kamu butuh dukungan orang lain. Bisa teman, bisa juga ortu kamu, untuk bisa membangkitkan mental kamu yang lagi memble itu. Maklum, rasanya dunia begitu gelap, sempit, dan pengap saat kita mendapati diri kita dalam posisi yang sulit dan memalukan.

Tapi yang pasti, jangan sampe kegagalan itu membuat kamu patah semangat, apalagi patah arang. Kalo kamu terus-terusan down, hih, itu sih bukan ciri orang yang punya mental juara. Yup, pastikan kamu kudu nyari solusi supaya bisa bangkit kembali untuk menjadi yang terbaik. Iya nggak?

Nah, supaya kamu bisa mencapai keberhasilan itu, kamu kudu mengevaluasi diri. Kira-kira kegagalan kemarin itu karena apa ya? Kalo ternyata kegagalan itu disebabkan karena kamu malas belajar, maka tentunya kudu menggeber lagi dong semangat untuk melahap berbagai pelajaran supaya kamu bisa menjadi yang terbaik di lain waktu. Gagal itu biasa, tapi berusaha terus, itu yang luar biasa. Jadi, jangan pesimis!

Sobat muda muslim, kebangkitan itu bukan hanya perlu tapi juga wajib. Sangat besar makna kebangkitan ini. Sebab, dari sanalah akan lahir sesuatu yang baru. Kamu pastinya inget dan apal banget kan dengan sejarah negeri "Matahari Terbit", Jepang. Nah, negerinya Doraemon ini pernah luluh-lantak dihujani bom atom oleh pasukan AS saat Perang Dunia II tahun 1945 lalu. Nyaris kehidupan itu mati. Daerah-daerah yang berdekatan dengan dijatuhkannya bom atom tersebut, terutama dekat kota Hirosima dan Nagasaki, hancur luluh tak berbentuk. Maklum bom atom, energi yang dikeluarkannya juga berkekuatan dahsyat. Bukan tak mungkin bakalan terjadi mutasi gen besar-besaran dalam tubuh orang yang ada pada saat kejadian. Hih ngeri deh.

Tapi apa yang terjadi sekarang? Di rumah kamu aja nyaris semua barang elektronik buatan mereka. Dari mulai televisi, radio, tape, mainan kamu, sampe mobil ortu kamu, semua buatan negeri Sakura. Wah, hebat bukan?

Apa yang bisa diambil dari kenyataan itu? Ini menunjukkan bahwa rata-rata orang Jepang punya semangat yang pantang menyerah. Negara boleh hancur lebur, tapi semangat tak boleh kendur. Terpuruk memang menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi kalo kita hanya diam dan menangis meratapi keterpurukan kita. Harusnya, bangkit dan berjuang kembali dong. Hapus semua ketakutan dalam diri kita. Sebab, nantinya bisa menjadi "hantu" bagi diri kita dan bukan tak mungkin bakal mengancam dan menghambat kebangkitan kita. Bener itu. Jadi, jangan merasa putus asa.

Nah, ngomong-ngomong soal kebangkitan, dua kasus di atas rasanya bisa kita jadikan sebagai contoh, betapa kebangkitan itu bukan persoalan sulit, tetapi yang sering mengganjal kebangkitan adalah mental kita sendiri. Tul nggak? Sebab, kalo kitanya nyantai banget, atau malah nggak peduli dengan kondisi kita sendiri, mana mungkin bakalan terjadi kebangkitan besar dalam diri kita. Lha iya, apa orang yang nggak nyadar dengan kondisi dirinya akan memperbaiki diri? Rasanya, nggak mungkin deh. Harus sadar diri dulu dong. Siapa kita? Ada di mana? Mau ngapain? Dan akan ke mana melangkah nantinya? Jangan cuek bebek aja dengan kehidupan ini, apalagi kehidupan dirimu. Sebab, nggak selamanya kan kamu jadi anak-anak, suatu saat nanti bisa jadi punya anak, terus punya menantu, cucu, dsb. Iya nggak?

Mengapa harus bangkit?
Pastinya kita nggak mau dong jadi orang yang punya semangat minimalis. Qonaah boleh saja, tapi jangan sampe merasa puas dengan kondisi kita saat ini. Celakanya justru kondisi kita sekarang ini lagi ada di bawah. Kan aneh dong kalo nggak mau bangkit. Kamu yang gagal lulus ujian, kamu yang gagal ngelamar kerjaan, termasuk kamu yang gagal menjadi menantu, jangan putus asa. Masih ada hari esok untuk kita. Tapi tentunya, hari esok yang lebih baik tak akan pernah ada bagi mereka yang malas untuk bangkit. Allah Swt. berfirman: "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." [TQS ar-Ra'd [13]: 11]

Bangkit itu perlu, bahkan wajib sobat. Apalagi bila kita bicara tentang masa depan Islam. Ya, Islam. Agama yang selama ini kita anut, belum kembali ke puncak kejayaan setelah mengalami kemunduran. Dan yang berperan selama ini-disaat maju dan mundur-adalah kita, kaum muslimin.

Ketika Islam mencapai kegemilangan di masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyiddin serta pemimpin-pemimpin setelahnya, umat Islam sedang getol-getolnya menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya. Islam udah menyatu dalam pemahaman dan tingkah laku kaum muslimin di masa lalu. Mereka sama sekali tak mau melepaskan diri dari Islam. Islam maju, ketika umatnya juga lengket dengan ajaran Islam. Daripada melepaskan akidah Islam, lebih baik nyawa melayang. Lebih mulia kok di hadapan Allah.

Eh, begitu umat Islam menjauhi agamanya, saat itulah Islam perannya mulai pudar. Semakin hari semakin hilang wibawanya. Umat Islam berlomba-lomba meninggalkan Islam. Maklum, pada saat yang bersamaan serangan terhadap Islam semakin gencar. Sebagai contoh, umat Islam dicekoki dengan pemahaman bahwa jihad tidak wajib lagi. Jihad itu defensif, alias bertahan. Padahal, jihad bisa opensif, alias melakukan berbagai penaklukan seperti di masa Rasulullah, para khulafa ar-Rasyidin, dan pemimpin setelahnya. Jihad juga bisa berarti defensif, alias bertahan.

Singkatnya, begitu kaum muslimin terbuai dengan pemahaman itu, Palestina diserbu dan direbut Pasukan Salib Eropa. Saat itu, kaum muslimin lengah. Memang, meski akhirnya Palestina kembali bisa menjadi milik kaum muslimin pada perang berikutnya, tetapi ide sesat kadung udah menyebar di kalangan kaum muslimin. Akhirnya apa yang terjadi? Kita lihat sekarang, giliran Isreal yang mengacak-ngacak tanah Palestina. Dan kita semua hanya mampu diam. Ini salah satu contoh, lho. Masih banyak kasus lain yang menunjukkan keterpurukan kita saat ini.

Jadi, upaya membangkitkan Islam dan kaum muslimin, adalah syarat mutlak untuk menjadikan Islam sebagai kekuatan handal di dunia ini. Dan ini tanggung jawab kita sobat.

Mulai dari mana?
Jepang, Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, Jerman, dan negara-negara maju lainnya, telah membuktikan betapa rasa "superiotas" itu perlu dimiliki. Mereka bisa begitu, tentunya dengan pengorbanan yang nggak sedikit. Dan yang lebih penting dari itu semua, mereka punya semangat untuk bangkit.

Kalo kamu baca buku sejarah dunia, pas pada pembahasan Revolusi Industri pada tahun 1776, pastinya dijelaskan sama gurumu di sekolah, bahwa masa inilah masa kebangkitan Eropa. Mereka suka bilang, masa Renaissance, alias pencerahan. Ditemukannya mesin uap oleh ilmuwan bernama James Watt telah membuka mata bangsa Eropa lebar-lebar, bahwa dunia itu luas, dan bahwa mereka bisa menjadi maju. Maka, dampaknya, dimulailah berbagai ekspedisi mengelilingi dunia. Pada saat yang sama, mereka membangun beragam industri untuk mewujudkan impiannya menjadi yang terbaik di dunia.

Sobat muda muslim, mereka bisa bangkit adalah dengan mengasah pikiran mereka bagaimana supaya bisa bangkit dari kegelapannya selama ini. Seluruh ketakutan dan kekhawatiran yang ada dalam dirinya disingkirkan jauh-jauh. Mereka punya ambisi untuk maju. Tentunya semua itu didukung dengan visi, misi dan program yang jelas menurut cita-cita mereka. Hasilnya, mereka menjadi yang terbaik. Tapi dengan catatan, baiknya hanya dalam soal iptek. Soal moral? Wuih, amburadu!

Lihat saja, Perancis adalah negara maju, tapi moral warga negaranya rata-rata bejat. Prostitusi ada di mana-mana, judi nggak dilarang, pun pergaulan bebas di kalangan remaja bangsa Perancis sudah amat parah. Seperti mengikuti jejak Perancis, Amerika juga didera dengan berbagai kasus; kriminalitas yang angkanya terus meroket, seks bebas yang makin menggila, pelacuran, judi, dan peredaran minuman keras dan narkoba menjadi bagian dari kehidupan negara adidaya ini. Ironi bukan? Di satu sisi, mereka digdaya dalam iptek, tapi di sisi lain, mereka terpuruk dalam moral.

Kenapa bisa begitu? Karena kebangkitan mereka tidak benar. Kebangkitan yang masih rentan dengan kegagalan di masa depan. Sebab, kebangkitan mereka dibangun di atas pondasi akidah yang rapuh, bahkan rusak. Terus gimana yang bener?

Kebangkitan yang hakiki
Sobat muda muslim, untuk mewujudkan kebangkitan yang kita cita-citakan memang butuh keseriusan dari kita semua, kaum muslimin. Meski kita masih remaja, bukan berarti nggak boleh serius. Justru seharusnya, masa remaja kita gunakan untuk mengasah supaya bisa mempertajam kemampuan berpikir kita. Lebih khusus lagi kemampuan untuk berpikir islami. Ada beberapa tahap yang bisa kita jadikan sebagai jalan untuk meniti kebangkitan yang hakiki. Dalam kitab an-Nahdhah (hlm. 132-155), karya Ustadz Hafidz Shalih, dijelaskan sbb.:

Pertama, setiap muslim kudu menyadari tugasnya sebagai pengemban dakwah. Allah Swt. berfirman:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." [TQS an-Nahl [16]: 125]

Kedua, setiap muslim harus memahami Islam sebagai sebuah mabda, alias ideologi. Dengan begitu, kita bisa menjadikan Islam sebagai pedoman hidup kita. Islam bukan hanya mengatur urusan sholat, zakat, puasa aja, tapi sekaligus mengurusi masalah ekonomi, politik, pendidikan, hukum, peradilan, pemerintahan, dsb.

Ketiga, kita kudu berjuang menegakkan Islam. Keempat, melakukan kontak pemikiran dengan masyarakat, nggak cuma diem doang. Sebarkan ide-ide Islam kepada mereka. Kalo ternyata timbul pro dan kontra, itu wajar. Rasulullah saw. saja pernah merasakannya. Tenang. Kita di jalur yang benar.

Kelima, harus jelas dalam berjuang. Artinya, kita kudu fokus dan membatasi mana yang pokok, dan mana yang cabang. Allah swt berfirman: "Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [TQS Yusuf [12]: 108]

Keenam, harus berani melakukan shiraul fikriy (pertarungan pemikiran) dengan berbagai ide sesat yang ada di masyarakat. Misalnya, sampaikan bahwa demokrasi sesat, nasionalisme itu tercela, sekularisme adalah bagian dari kekufuran dan sebagainya. Itu sebabnya, perjuangan Boedi Oetomo yang katanya sebagai tonggak kebangkitan, ternyata malah menuju kemunduran. Kenapa? Karena menyerukan nasionalisme. Nah, pemuda Islam, harus berani melawan itu semua!

Ketujuh, selalu meng-update perkembangan yang terjadi di masyarakat. Dan berikan solusinya dengan ajaran Islam. Kedelapan, kita harus bisa menunjukkan kelemahan dan kepalsuan sistem kufur yang tengah mengatur kehidupan masyarakat kita saat ini. Supaya mereka juga ngeh, bahwa selama ini ternyata hidup dalam lingkungan yang tidak islami. Itu sebabnya kita juga mengajak kaum muslimin untuk berjuang melanjutkan kehidupan Islam.

Oya, semua itu nggak mungkin dong, kalo dilakukan seorang diri, tapi mutlak berjamaah. Lha wong main bola aja nggak bisa sendirian kan, tapi perlu kesebelasan. Inilah yang disebut kekompakan dan kebersamaan.

Sobat muda muslim, mau bangkit dan berjuang kan? Apalagi untuk kemuliaan Islam dan kaum muslimin. Pahalanya besar, lho. Jadi, buruan sadar, pelajari Islam, dan ayo bangkit!

_____________________________

Masa Depan Milik Kita

Gimana kabar kamu semua? Pasti senang ya UN udah kelar digelar. Kalo kamu termasuk orang yang was-was dengan hasil UN, itu tandanya wajar. Berarti kamu memang memikirkan masa depan kamu. Tapi, yang nggak wajar tuh kalo kamu menganggap bahwa masa depan kamu cuma ditentukan oleh hasil UN. Sehingga kalo nilai UN-nya jelek, kamu ngerasa dunia bagai kiamat dan hidup kamu berakhir karena semua orang merendahkanmu. Nggak lha yauw!

Bro, jalan panjang kehidupan masih terbentang luas. Lulus sekolah dengan nilai UN keren sebenarnya nggak terlalu ngejamin bisa bertahan dalam kehidupan. Ini bukan nakut-nakutin, tapi sekadar ngingetin aja, bahwa hidup tak sesederhana mengerjakan soal-soal UN yang targetnya harus bagus. Hasilnya harus sesuai target. Sehingga kamu merasa terbebani karena harus berhasil. Nah, karena targetnya hasil, seringkali lupa diri hingga akhirnya menempuh cara-cara tak terpuji demi menggapai hasil maksimal. Nggak, kehidupan nyata nggak seperti itu. Kehidupan itu butuh proses. Jalani aja dengan penuh kenikmatan sambil mencari jalan keluar yang positif ketika bertemu kesulitan atau rintangan.

Boys and gals, para orangtua kita mungkin sering banget nasihatin kita soal kehidupan. Maklumlah, mereka kan lebih banyak waktu yang dihabiskannya di dunia ini ketimbang kita. Usianya aja jelas jauh beda ama kita. Iya dong, kalo seumuran namanya temen, bukan ortu. So, wajar banget dong kalo nasihatin kita-kita soal hidup. Karena ortu kita udah pengalaman puluhan tahun lebih lama di dunia ini ketimbang kita-kita. Tul nggak sih?

Sobat, kita juga jadi bisa belajar kepada ortu atau siapa pun yang lebih pengalaman dan lebih tahu tentang bagaimana menjalani hidup dengan nyaman, aman, dan tentunya menikmatinya dengan senang hati. Meski, tentu saja, bukan hidup namanya kalo nggak ada rintangan, halangan, dan bahkan tekanan. Karena kehidupan itu sendiri adalah ladang ujian buat kita, sekaligus ladang ibadah dan amal. Kalo kita bisa menjalaninya dengan baik, maka ujian hidup itu akan memberikan kita pengalaman yang sangat berarti.

Itu sebabnya, kita wajib heran kalo ada orang yang menjalani kehidupan tanpa mimpi, tanpa cita-cita, tanpa target, tanpa evaluasi, dan bahkan tanpa belajar. Sebab, hidup di dunia ini harus ada bekasnya. Baik untuk diri sendiri, orang lain, untuk agama kita, dan juga untuk ibadah kepada Allah Swt. Tolong dicatet ya.

Hidup mengasah kedewasaan kita
Kita bisa belajar dari siapa pun dan di mana pun. Selama kita masih hidup di dunia, berarti masih ada kesempatan untuk belajar di sekolah kehidupan yang bisa kita lakoni sepanjang usia kita. Melintasi setiap jengkal peristiwa yang akan memberikan hikmah bagi kehidupan kita. Kita bisa belajar tentang hidup dan kehidupan dari siapa saja. Tentu, selama hal itu memang bermanfaat bagi kita dan bernilai pahala di sisi Allah Swt.

Yup, layaknya sekolah tempat kita menimba ilmu, sekolah kehidupan akan memberikan polesan dalam kepribadian kita. Bahkan akan lebih banyak dan lebih luas lagi jangkauan dan juga multidimensi. Nyaris nggak ada blank spot-nya deh. Nah, salah satu dari hasil didikan di sekolah kehidupan itu insya Allah bakalan mengasah kedewasaan kita. Jujur aja nih, hidup di dunia emang nggak lurus-lurus aja. Kalo lurus terus, kayak jalan tol, rasa-rasanya mungkin kita nggak akan belajar dan bahkan melalaikan atau menyepelekan kehidupan ini. Karena udah merasa enak, nyaman, dan nggak banyak halangan. Itu sebabnya sering menganggap gampang dan ujungnya nggak bakalan bisa mengasah pribadi kita dengan lebih baik dan benar. Kita mungkin saja nggak bisa dewasa karena nggak pernah merasakan “lika-liku” kehidupan di dunia ini. Justru dengan “gelombang” kehidupan itulah seenggaknya kedewasaan kita mulai akan terasah dengan baik.

Kalo kita ngelihat di perempatan jalan, betapa banyak pengamen dan pengemis yang mencari makan di sana. Nggak usah kita berburuk sangka kepada mereka dengan menyebut mereka pemalas. Belum tentu, karena siapa tahu mereka berbuat demikian karena memang nggak mampu kerja di tempat lain, sementara urusan perut begitu mendesak. Hanya itu yang bisa dilakukan mereka.

Terus, kita bisa berpikir dan mengukur diri sambil merenung, “Iya ya, saya bisa hidup enak. Seenggaknya untuk makan nggak perlu ngamen atau ngemis-ngemis. Bisa sekolah dan ortu kita masih kuat nyari nafkah.” Kesadaran seperti ini hanya mungkin tumbuh kalo kita tuh udah berpikir dewasa. Mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kita pun bisa mengetahui dengan pasti dan yakin perbuatan apa saja yang terkategori terpuji dan perbuatan mana yang disebut tercela. Kesadaran dan pengetahuan yang ajeg seperti ini adalah hasil belajar kita memahami kondisi kita dan kehidupan kita. So, nggak berlebihan banget kalo sekolah kehidupan itu bakalan ngasah kedewasaan kita.

Oya, karena kita hidup di masyarakat dan kehidupan yang begitu luas, maka mau nggak mau, suka or nggak suka, pada akhirnya kita akan belajar dari sekolah kehidupan ini. Ya, benar. Sekolah kehidupan memang bisa mengajarkan dan membeberkan begitu banyak peristiwa dan fakta yang bisa kita rasakan dan bisa kita nilai. Ada yang baik, tentu banyak juga yang buruk. Berhadapan dengan dua fakta ini, kita seenggaknya bisa memilih dan menilai. Mana yang akan diambil, dan mana yang harus ditinggalkan. Pilihan dan keputusan ada di tangan kita dan kita memutuskan sesuai dengan pemahaman kita tentang kehidupan. Benar atau salah.

Bro, kita bisa membandingkan para pemuda Islam di jaman Rasulullah saw. Banyak para pemuda di jaman itu yang rindu dan cintanya kepada Islam sangat besar. Salah satunya yang membuat mereka seperti itu adalah karena kondisi kehidupannya mendukung. “Sekolah kehidupan” telah mengajarkan dan membentuk kepribadian yang begitu hebat. Itu sebabnya, jika sekarang banyak remaja yang amburadul ketimbang remaja yang baik-baik, itu juga karena model kehidupan yang diajarkan di masyarakat nggak benar. Gimana pun juga, individu itu pasti akan terwarnai oleh kondisi masyarakat. Kalo masyarakatnya rusak seperti sekarang, kayaknya udah alhamdulillah banget jika masih ada remaja yang selamat kepribadiannya, bahkan berani melawan arus kerusakan dan berupaya mengubahnya.

Sobat muda muslim, singkat kata, untuk menjadi remaja yang dewasa tentu satu-satunya cara adalah dengan belajar. Tanpa belajar, kita nggak akan tahu bagaimana cara berpikir yang dewasa dan islami, kita nggak akan ngeh juga seperti apa berbuat yang benar, dewasa, dan sesuai ajaran Islam. Sabda Rasulullah saw.: “Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang maka dia diberi pendalaman dalam ilmu agama. Sesungguhnya memperoleh ilmu hanya dengan belajar.” (HR Bukhari)

Nah, karena di sekolah kehidupan ini nggak seragam semuanya. Masih mungkin muncul perbedaan di antara kita yang sama-sama belajar di masyarakat, maka kedewasaan kita dalam menyikapi perbedaan harus terus dipoles. Tapi dengan catatan, perbedaan tersebut sebatas hal-hal yang mubah. Maka, di sekolah kehidupan kita bisa belajar untuk menghargai pendapat orang lain atau belajar menerima masukan dari orang lain. Bandingkan waktu kita masih kecil. Kita pengennya menang sendiri, ingin menguasai permainan dan lain sebagainya. Hal ini terjadi karena waktu kecil kita belum ngeh dan belum mengerti soal pergaulan dan hubungan dengan pihak lain. Lagian, anak-anak kan memang belum dewasa.

Selain itu, yang belum dewasa adalah ketika menghadapi kenyataan pesimis, cenderung menyerah, mudah putus asa, dan sikap negatif lainnya. Sikap seperti itu wajar kalo ‘menyerang’ anak-anak. Tentu, jadi nggak wajar kalo dalam diri mereka yang sudah dewasa masih ada hal-hal demikian. Tul nggak?

Meski demikian, karena di sekolah kehidupan ini memang nggak semuanya benar. Apalagi kehidupan saat ini adalah produk dari sistem kehidupan Kapitalisme-Sekularisme, maka belajar untuk dewasa dari sekolah kehidupan saat ini lebih berat dan harus lebih selektif lagi. Itu sebabnya, dibutuhkan bimbingan dan arahan dari mereka yang udah tahu dan paham mana yang keliru dan mana yang benar. Are you ready? Yes! (jawabnya kudu itu ya. Semangat!)

Jadilah yang terbaik
Sobat, menjadi baik saja belum cukup. Tapi harus menjadi yang terbaik. Upayakan sebisa mungkin. Kita bisa kok asal kita mau. Yakin deh. Lagian karena kehidupan itu adalah sebuah proses, maka kita akan jalani tahap demi tahap. Rasakan perbedaannya dari setiap tahap yang kita lalui.

Nah, karena setiap manusia itu saling mempengaruhi satu sama lain, maka dalam menjalani kehidupan ini nggak lepas juga dari proses benchmarking. Artinya, jika kita ingin tampil sukses seperti seseorang yang kita anggap berhasil dalam hidupnya, maka kita akan menerapkan prinsip 3N. Apakah itu?

Niteni, niroake, dan nambahi. Ini bukan bahasa Italia, tapi ini bahasanya Mbah Marijan. Niteni itu artinya mengamati, niroake artinya menirukan, dan nambahi boleh dibilang modifikasi. So, biar lidah nggak keseleo gara-gara nggak biasa ngomong Jawa, kita sepakati aja dengan istilah ATM alias Amati, Tirukan, dan Modifikasi. Setuju ya?

Nah, untuk jadi yang terbaik dalam kehidupan ini, pastinya kita pernah ukuran siapa yang dianggap menurut kita terbaik dan perlu dicontoh, maka kita akan melakukan benchmarking. Pertama banget, kita kudu amati perilakunya, juga kebiasaannya. Kemudian tirukan apa yang dilakukannya untuk meraih sukses menjadi yang terbaik. Biar nggak disebut membebek, maka lakukan modifikasi untuk meraih sukses itu dengan kreasimu yang kamu ciptakan. Wuih, insya Allah keren deh!

Sekadar contoh nih, jika kamu ingin pinter dakwah dan sekaligus sukses di bidang akademik, teladani deh mereka yang udah berhasil di kedua bidang tersebut. Kamu amati kegiatan hariannya, cara belajarnya, dan sikap serta perbuatan baiknya. Kemudian kamu tiru semua kebaikannya. Oya, karena nggak ada orang yang sempurna dalam hidup ini, maka kalo ada yang kurang bagus dari karakter idolamu itu, kamu nggak usah contek, tapi bikin polesan lain dengan modifikasi hasil kreasimu. Jadilah diri sendiri, gitu lho. Oke?

So, bukan tak mungkin pula kalo masa depan bakalan menjadi milik kita. Tentu, masa depan yang penuh dengan prestasi terbaik dari segala yang telah kita impikan, cita-citakan dan upayakan dengan usaha keras untuk menjadi yang terbaik dalam kehidupan ini. Insya Allah.

Oya, don’t forget, ukuran menjadi manusia yang terbaik bagi seorang muslim adalah: beriman kepada Allah Swt., bertakwa kepadaNya, bermanfaat bagi manusia lainnya, dan senantiasa bersemangat membela agamaNya dengan dakwah dan jihad. Siap ya?